Beginilah aku, hanya
tetap terkurung dalam malam dengan coretan-coretan hati yang tak mampu ku
ceritakan melalui kata. Kemudian bunyi sunyi malam menyampaikan rasa resahnya
pada air mata yang sekian tangguh ditahan harus meluncur pergi membasuhi pipi
tirusku.
Begitu terus yang membuatku merajuk
di kala malam. Saat mata berkejar-kejar ria dengan khayalan dan harapan kosong
sebelum melangkah lebih jauh menuju mimpi yang tak ujungku mengerti. Dipikiranku,
selalu Tuhanlah yang kujadikan alasan untuk membuatku menjadi hamba yang tak
diberi kekuatan untuk mencintai jalan hidupku sendiri. Terlebih lagi keluarga
yang menjadi hal terindah dalam hidup, membuatku merasa paling tak diingini.
Apalagi Ibu, boleh jadi aku tak mampu mengenal lebih dari hanya sekedar status
sebagai Ibu dan Anak.
***
“Aku mau Bu, mungkin dengan mencium
keningku, atau mendengarkan ceritaku, bolehkah Bu?” celotehanku pada semut yang berjalan di dinding kamarku.
“Tidakkah kau rindu padaku, Ibu? atau
hanya sekedar mengucapkan ‘Selamat tidur Nak, semoga Tuhan selalu menguatkanmu
dalam tiap keadaan’, hanya cukup seperti itu Ibu?” lanjutku dengan linangan air
mata yang tak mampu lagi kubendung dalam kesunyian. Hanya untuk melepaskan rasa
kesal ketika dengan begitu cukup bagiku mengutarakan kata pada dinding kamar
yang seolah menjadi sahabat paling akrab di tiap keheningan malam.
Sepertinya kemarin aku tak pernah
meminta Ibu untuk mampir sejenak menyaksikan apa yang anaknya kerjakan. Aku
juga tak pernah meminta Ibu untuk hanya sekedar mendengarkan banyak hal tentang
cerita di tiap hari-hariku. Aku pikir masih ada lima adik lagi dibawahku yang
perlu Ibu rawat. Iya, mungkin sistem KB ‘Keluarga Berencana’ yang biasa penguasa
singgasana kota gembor-gemborkan itu
sedang tak berfungsi dengan baik atau mungkin memang tak pernah berfungsi
dengan baik ketika Ibu menciptakan generasi-generasi lebih banyak setelah aku
dibiarkan lahir ke dunia ini.
Ibu, aku tak menginginkan lebih banyak
hal lagi padamu. Terlalu manjakah aku hanya karena meminta beberapa hal tentang
rasa kasihmu yang hilang semenjak aku tak lagi dirumah kita. Sepertinya sudah
sembilan tahun sejak pertama kali aku meninggalkan rumah itu untuk mengejar
akademik yang lebih baik di luar sana. Bisa jadi semenjak itu, hanya beberapa
kisah kasih akhir yang tertinggal diingatanku tentang indahnya perhatian dan
sayang darimu Bu. Lalu aku ingat ketika pertama kali aku masuk ke dunia
perkuliahan, hanya menginginkan satu bantuan saja darimu di media telpon, aku
harus dimarahi oleh Ayah, Bu.
Ayah bilang, “Untuk apa susah-susah
belajar sampai kuliah kalau masih saja minta bantuan ke Orangtua! Seharusnya
semakin tinggi ilmu itu, harus semakin mandiri juga menjalani hidup!”
Kemudian setelah perbincangan ditelpon
itu usai, aku mengucurkan air mata dengan sesak yang lebih lama, sesaat setelah
aku berusaha menahan peluhnya ketika perbincangan itu sedang berlangsung. Aku
salah lagi, padahal hanya sebuah permintaan agar saja Ibu memberiku sedikit
perhatian lebih banyak, tapi kemudian aku salah lagi. Dan semenjak saat itu,
aku tak pernah meminta lagi Bu, aku tak pernah memintamu jauh lebih banyak
lagi. Aku membiarkan semuanya berjarak lebih jauh lagi. Hingga aku lupa, aku
punya Ibu. Lupa bagaimana rasanya dicintai olehmu Bu. Hanya saja terkadang aku
iri, karena harus menerima banyak kata sayang dari sahabat-sahabatku terhadap
Ibu yang mereka miliki. Ibu yang selalu mendengarkan keluh kesah anaknya, Ibu
yang selalu ada untuk anaknya, Ibu yang menjadi pendengar paling setia ditiap
kisah anaknya, Ibu yang tanpa kerut kesal selalu memberi dorongan semangat bagi
anaknya. Begitu kata mereka yang membuatku semakin terpuruk dalam
ketidakmampuan. Tentang ketidakmampuan bagiku untuk menceritakan kisah Ibu
lebih banyak dari mereka.
Ibu, yang aku tau. Kau ada, aku mampu
melihatmu saat bertemu, aku mampu menyentuh lenganmu saat kita bersama. Tapi
Ibu, kenapa sepertinya aku tak pernah mengenalimu? Bahkan aku merasa jauh lebih
akrab terhadap teman-teman mainku daripada Ibu? Bagaimana aku mampu menjelaskan
satu hal ini?
***
Aku juga tak mau. Menjadikan jarak
dan lama waktu tak bertemu untuk membuatku tak mengenalimu lebih banyak. Aku
juga tak mau. Disaat jenjang-jenjang fase perubahan pada pola hidupku kau tidak
pernah tau, apalagi tentang hatiku. Aku juga tak mau. Membuatku merasa tak
nyaman untuk menceritakan banyak hal terhadapmu hanya karena Ibu tidak pernah
mengerti aku. Aku juga tak mau. Terus berusaha tegar padahal disentuh pun aku
mampu jatuh dan rapuh seperti abu. Jadi tidakkah Ibu tau?
Aku sedang menangis
untukmu.
With silent cry..
Semarang, 24 April 2013
Song: Mariah Carey_When You Believe ..
With silent cry..
Semarang, 24 April 2013
Song: Mariah Carey_When You Believe ..