Oleh: Virqi
Wahyuning Bianti
Semarang,
04 Maret 2014
Wajah itu sayu, sendu, dan menatap dengan sekejap lalu menunduk lagi.
Tersenyum hanya dengan menarik bibir ke arah kanan satu mili kemudian diam
lagi. Wajah itu menarik mataku untuk berlama-lama memandangi dan menjadikan ku
sangat ingin tau. Aaah buat apa, setauku dia menyukai kakak sepupuku yang
cantik itu. Aku kalah tingkatan sangat jauh.. kemudian tertawa dalam hati dan
diam lagi..
Wajah itu masih sayu. Melihatnya membuatku serasa lebih baik pergi, atau
hanya akan menimbulkan banyak lagi kata-kata ingin tau dihatiku. Kata-kata
ingin lebih mengerti lagi difikiranku. Aku bisa gila. Begitu penasarannya
hingga rasanya ingin menghilang saja..
Wajah itu masih sayu. Melihatnya tersenyum melihatku itu mengerikan.
Bagaimana tidak? Bulu tubuhku merinding karena begitu menyenangkannya. Aku
hampir tidak bisa menahan diri karena ingin melompat kegirangan. Aahh aku
terlalu berlebihan. Mungkin karena masih lagi ingin berharap lebih, padahal
tidak ada kemungkinan..
Wajah itu masih sayu. Mengirimiku pesan teks cerita hidupnya saja sudah
memberiku tertawa penuh seharian. Membuatku juga meringkuk seharian. Ahh
seandainya, seandainya cerita dalam cerita cintanya itu aku. Bukan orang lain,
bukan juga teman sekelasnya yang Ia cintai diam-diam..
Wajah itu masih sayu. Tersenyum dan berbicara denganku bersamaan dengan
sipuan malu. Dengan perlahan-lahan berbicara dan berjalanan seirama
disampingku. Atau berbicara di sofa juga tepat berada di sisi kiriku. Ahh aku
semakin gila jika harus merasa bahagia se(mengerikan) ini..
Wajah itu masih sayu. Masih mengirimiku pesan teks dengan tema yang
berbeda. Dengan cerita dari seseorang yang berbeda. Yang tidak ingin dia
beritau. Aahh aku berharap itu aku.. Meski harapanku mungkin terlalu
berlebihan. Terlalu banyak mau..
Wajah itu masih sayu. Masih suka mengajakku bercerita, mengajakku pergi,
mengajakku lanjut bersekolah SMA di sekolahnya, mengajakku masuk di kelas Aksel
yang katanya hanya cukup dijalani selama dua tahun, dan jauh-jauh ke rumah
nenekku membawa sepeda motor Supra nya untuk kemudian memberiku formulir
pendaftaran..
Jadi.. masihkah aku berharap berlebihan? ataukah tingkahnya yang terlalu
membuatku ingin dan ingin lagi mendapatkan yang berlebihan? Aah aku semakin
ingin menghilang saja. Ini mengerikan harus merasakan hal yang aneh seperti
ini..
Wajah itu masih sayu. Masih suka memperhatikanku sesaat setiap hari. Masih
suka menanyakan kegiatanku sesaat setiap hari. Masih menanyakan bagaimana hasil
test masuk SMA ku yang juga SMA nya.. Iya, aku lulus.. aku masuk ditempat yang
nantinya pasti (ada) dia..
Wajah itu masih sayu. Masih bisa aku pandangi acapkali pagi datang. Sesaat
sebelum jam pagi sekolah dimulai. Sesaat setelah dia datang. Lalu melewati area
lapangan yang juga bisa aku pandangi melalui jendela didepan kelasku.. Ahh
seandainya.. seandainya saat itu Ayah tidak menyuruhku untuk tinggal di kamar
kos.. Mungkin aku bisa berangkat sekolah bersama dan duduk dibelakang
punggungnya.. Kemudian menikmati udara pagi yang sama.. Jika saja..
Wajah itu masih sayu. Sekarang sudah bisa aku pandangi setiap hari. Setiap
waktu ketika ada jeda pergantian guru. Iyaa.. sekarang kelasku pindah tepat di
depan kelasnya.. Ini menyenangkan, bisa melihatnya tertawa dan bercanda gurau
bersama teman-temannya,, meski hanya melalui kaca jendela di kelasku..
Wajah itu masih sayu. Masih membuatku ingin tau. Masih membuatku sangat
penasaran.. Ahh ini sudah dua tahun semenjak pertama kali aku melihatnya. Tapi
aku masih se-penasaran ini. Masih menantikannya mengatakan hal yang mungkin
(gila) bagiku..
Wajah itu masih sayu. Membuatku kehabisan kesabaran karena harus merasakan
hal yang sama tanpa kejelasan.. Hingga akhirnya dia mengatakan hal yang sangat
ingin aku dengar. Iya. Meski (lagi) harus melalui pesan teks, Yang membuat
hatiku tak karu-karuan jadinya_ Begini...
“Aku mencintaimu seperti seorang lelaki yang mencintai
seorang wanita, bukan sebagai adik, bukan juga sebagai sahabat, meskipun aku
bisa melakukan ketiganya untukmu. Hanya saja, acapkali aku bertemu denganmu,
lidahku kelu, kalimatku kaku, dan bibirku diam seribu bahasa, seribu waktu. Aku
mencintaimu. Tapi tidak mampu menyampaikannya melalui kata”.. Hanya mengatakannya..
(Hanya).. Juga tanpa kejelasan diakhirnya.. Aahh aku gila.. benar-benar gila..
Wajah itu masih sayu. Masih menjadikanku tak karuan karena tidak punya
sertifikat kejelasan. Membuatku kehilangan kata acapkali bersilang pendapat dia
harus mengatakan hal yang paling tidak aku suka.. Iya.. “Aku bisa melarangmu apa? Toh pun
aku bukanlah apa-apa bagimu. Bukan siapa-siapa untukmu..”
Haruskah aku gila (lagi)..? Aku benci, tapi mencintaimu se(mengerikan)
ini..
Wajah itu masih sayu. Masih aku cintai dengan separuh waktuku, dengan
separuh hari-hari untuk memikirkannya. Untuk memandanginya. Untuk membalas
pesan teksnya. Dan Untuk peduli terhadapnya. Meski (tidak jelas) ceritanya.
Meski mereka yang tidak tau menyebut judul KITA adalah “Kekasih antara Lelaki dan Wanita”
.. kemudian aku mulai benci (lagi) ketika ada yang mulai menanyakan ‘hubungan
kita’ karena ada semacam gejolak ketidakjelasan.. apa yang harus aku jelaskan??
Aah aku ingin (gila) lagi.. tidakkah dia tau? Nyaman kah?.. Aku sudah lelah menanti kejelasan semenjak dua
tahun kebersamaan, bahkan sekarang di tahun ketiga.. Masihkah harus aku
tanyakan (lagi)..? Aku bosan..
Wajah itu masih sayu. Masih mengajakku pergi, masih mengajakku lunch atau dinner bersama.. Masih memberiku jeda untuk dia perkenalkan dengan
teman-teman sekelasnya.. Untuk berkumpul ria bersama sahabat-sahabatnya.. Juga
menonton bersama dengan sahabat wanita (terdekat)nya. Meski kadang aku
cemburu.. tidak lumrah memang.. mencemburui sahabatnya sendiri.. Iya..
terkadang perhatiannya terhadap sahabatnya itu melebihi pedulinya terhadapku..
Aaahh semakin kelu...
Wajah itu masih sayu. Masih membuatku sangat bahagia karena dewasanya.
Masih membuatku merasa nyaman karena perhatiannya. Juga senyumannya.. Aku masih
tergila-gila setelah bertahun-tahun tak ada kejelasannya.. Iya..
Aku ingat.. Saat itu sedang sangat musim-musimnya film yang berjudul Ayat-Ayat Cinta.. sebuah film yang
diangkat dari salah satu Novel Habiburrahman El Shirazy.. Aku bertanya
kepadanya__”Kak, memangkah benar ada ayat-ayat cinta di Al-Qur’an? Kalau
kah memang ada, surah apa? Ayat berapa?”.. Jawabannya singkat, bukan
karena dia tau atau tidak mengerti, tetapi dia memahami, bagaimana cara
menjawab dengan tidak salah.. Begini..
“Ada. Bukankah semua ayat yang ada di Al-Qur’an itu
adalah ayat-ayat cinta? Ayat dengan cinta yang Allah berikan untuk
umat-umatnya. Untuk menjadi pedoman di hari-hari maupun dikehidupan setiap
insannya..”
Sederhana bukan? Tapi indah.. seindah caranya berbicara, caranya
menjelaskan, caranya mendewasakan. Caranya menyayangi.. Hmmm... aku masih
(gila)...
Wajah itu masih sayu. Sampai ketika perpisahan sekolah mulai diadakan. Aku
diam, sendu, dan sepi.. Tidakkah dia mencariku? Aku menantikannya di kelas
seharian.. Tidakkah selain berpisah dengan teman-temannya, dia juga akan
berpisah tempat belajar denganku?.. Aaahh aku semakin diam dan meneteskan air
mata. Dia tidak datang.. Sampai kemudian aku mulai berjalan dan menjauhi kelas
untuk pulang.. Aahh ada dia, yang kemudian mengajakku untuk mengabadikan cerita
melalui sebuah “Foto Berdua”
menggunakan ponsel Nokia 3360 milikku.. Lalu baru aku sadari, itu adalah foto
satu-satunya yang kita miliki berdua.. Setelah selama ini bersama.. (setelah)
perpisahan tentunya..
Wajah itu masih sayu. Masih sesibuk itu karena tugas dan ospek menjadi
seorang mahasiswa baru yang membuatnya mulai jarang memerhatikanku. Yang mulai
jarang menghubungiku.. Yang mulai tak lagi banyak bertanya tentang bagaimana
kegiatanku.. Bagaimana hari-hariku.. Bagaimana ceritaku.. Iya.. aku sempat
merasa sangat kehilangan(nya) ketika itu...
Sampai kemudian....
Wajah itu masih sayu. Masih sepolos itu ketika aku didera Kelelahan. Masih se(diam) dan se(pasrah)
itu karena kemudian kuputuskan untuk akhirnya aku tinggalkan.. Untuk akhirnya
tidak lagi aku perhatikan, tidak lagi aku jadikan pusat kebahagiaan.. Sekarang
aku benar-benar ingin menghilangkannya.. Seseorang datang menjanjikan ku
(kepastian) Yang tidak pernah bisa Ia berikan selama ini terhadapku.. Aku
benar-benar gila karena kemudian meninggalkanmu se(mengenaskan) ini.. Aku
(salah). Aku mengakui itu kesalahan(ku).. Kesalahanku karena yang memulai, juga
yang meninggalkannya......
***
Iya.
Semua itu (dulu)..
Aku menuliskannya bukan karena sedang merindukannya, bukan juga karena
sedang menyesalinya.. Aku sedang membuat sebuah tulisan. Aku masih belajar menulis dari banyak hal terutama yang
dimulai dari diriku sendiri.
Tetapi ketika aku mulai menulis, orang lain selalu berfikir bahwa aku
sedang mengidap penyakit “galau” atau apalah itu sebutannya..
Sekarang..
Dia sudah sangat bahagia dengan kekasihnya. Dengan kekasih yang akhirnya
dia temui beberapa bulan setelah aku tinggalkan. Iya. Kekasih yang juga sahabat
wanita (ter)dekat nya itu, yang pernah membuatku sangat cemburu.. tapi itu dulu.. sekarang tidak lagi..
Sempat beberapa saat sebelum dia bersama kekasihnya, masih banyak hal yang
bisa kita ceritakan. Menceritakan bagaimana dia sedang dekat dengan seseorang,
bercerita saat kemudian dia menjadikan seseorang itu kekasihnya, pun sebaliknya
aku.. Menceritakan bagaimana aku dekat dengan seseorang, hingga kemudian
menjadikan seseorang itu kekasihku hingga (Sekarang)...
Sampai setelah akhirnya dia bersama kekasihnya dan aku bersama kekasihku.
Hubunganku dengannya mulai berbatas jeda demi jeda. Jarak semakin jarak, hingga
perlahan-lahan jauh semakin jauh..
Bukan karena aku sedang melakukan pemutusan tali silaturrahmi, bukan juga karena
sedang bermusuhan.. Pun ketika aku (masih) sendiri, aku tidak akan menghubunginya
se(biasa) dulu.. tidak akan lagi aku biasakan begitu..
Inilah sebuah rasa (pengertian) dariku.. Untuk
kekasihnya. Untuk menjaga perasaan dan Untuk menjaga kesalahfahaman. Juga untuk
menjaga hubungan baikku dengan mereka berdua tentunya, yang juga sama-sama
seniorku, sama-sama baiknya terhadapku..
Pun ketika aku rindu. Pun ketika aku ingin tau kabarnya. Pun ketika aku
ingin melihat wajahnya.. Tidak lagi.. Tidak ada lagi pesan teks yang aku kirim,
tidak ada sama sekali quote dalam
media sosial yang aku tulis, dan tidak ada lagi pertemuan saat Idul Fitri yang
aku lakukan.. Tidak ada lagi hal semacam itu, tentu untuk menghindari rasa kelu dari kekasihnya.. Aku tau..
Semua itu sudah (tidak ada) lagi.. sudah aku hindari semenjak empat tahun
yang lalu...
Kecuali saat tanpa sengaja harus berpapasan wajah dengannya.. Aku tidak
akan berlari, juga tidak akan menghindar. Pun tidak akan berlagak sok sangat
akrab.. Dia tetap seorang kakak, yang mengajarkanku banyak hal.. Akan ada
kalimat yang terucap untuknya.. Begini_ “Apa
kabar? Selamat kak, sekarang sudah mapan dengan pekerjaannya. Juga sangat
bahagia dengan kekasihnya. Semoga setelah ini Undangannya sampai terhadapku,
sehingga aku bisa mengucapkan selamat lagi yang lebih indah untuk kalian..
Terima kasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Semoga bahagia dan juga
suka cita selalu bersandar di hidup kakak. Di hidup kalian..”
Iya..
Dan sekarang..
Wajah itu aku tidak tau. Sudah sengaja tak lagi pernah
bertemu. Sudah aku lupakan bagaimana senyumannya. Bagaimana tawanya. Bagaimana
perhatiannya. Bagaimana pedulinya.. Kalaupun ingat, itu hanya tinggal (kenangan)nya..
Jadi kalau kamu mau berhati-hati...
Maka hati-hatilah terhadap hati orang-orang disekitarmu..
Hati-hati dengan kalimatmu..
Dengan tulisanmu..
Juga dengan kata-katamu..
Banyak Hati (Hati) yang akan terluka ketika yang kau anggap biasa ternyata
berakibat luar dari biasa di pemikiran orang lain...
Aku pernah dikecewakan..
Aku pernah mengecewakan..
Karena pernah merasakan keduanya..
Aku tidak lagi mau melakukan...............