Selasa, 10 Juni 2014

Aku Pamit, Jika Tuhan berbaik Hati, Aku bisa Kembali..

Aku menuliskan ini beberapa waktu sebelum meninggalkan kota rantauku. Dimana semua hal kisah cinta dan kenangan pernah menjadi satu disini. Hanya 5 tahun mungkin, terkesan baru kemarin datang kemudian sekarang sudah harus pergi. Semarang, kota kenanganku. Dulu, kota ini hanyalah sebatas kota yang aku tau dari pelajaran sosial tentang peta Indonesia, yang jaraknya memang hanya sejengkal jika mengukurnya melalui buku atlas jaman-jaman sekolah dasar dulu. Pernah bermimpi kesini? Tidak. Mengingat pernah akan menginjakkan kaki disinipun tidak pernah. Iya. Ini kota rantauku, kota tanpa planning yang aku datangi sendirian. Tanpa sanak saudara, tanpa tau menau tentang kota ini. Tentang panas dan keringat mengucur yang tidak pernah aku lupa di moment pertama tidur malam disini. Kota pertama yang aku tinggali setelah kota kelahiranku, selain Sumatera tentunya.

Bagaimana menceritakannya? Harus memulai dari awal rasanya jemariku tidak sanggup mengukir kata demi katanya banyak-banyak. Karena pun kisah ini lebih banyak dari pada banyak-banyak sekalipun. Tentang Kuliah? Tentang teman? Tentang sahabat? atau tentang Cinta?. Aah terlalu banyak. Album foto di memory Notebook ku saja sudah berGiga-giga banyaknya. Apalagi album di chip otakku, mungkin sudah hampir ratusan hingga ribuan giga banyaknya.

Iya. Ini hanya kota persinggahan, aku tidak lupa. Sekarang tiba saatnya mengepakkan semua barang-barang dikamarku ini ke dalam kardus-kardus kosong hingga kemudian penuh dan bersih. Bersih memang, tapi hanya barang-barang dikamarku ini yang bersih, tidak dengan kenangannya. Terima kasih. Terima kasih karena bersedia menjadi tempat pelipur sendu, tempat pelipur lelah, tempat pelipur amarah, serta tempat penerima bahagia dan tawa. Mungkin beberapa bulan ke depan tempat ini sudah penuh lagi dengan barang-barang yang lain, dengan penghuni yang lain. Merindukanmu itu pasti, menjaga kenanganmu itu juga pasti. Jadi aku lepaskan pelan-pelan, ikhlas selalu jadi pilihan paling tepat, setelah air mata tentunya...

Terima kasih..
Kota kenanganku..
Lima tahun tidak sebentar untuk melepasmu begitu cepat.
Jika Tuhan masih mengizinkan, suatu saat nanti akan ada waktunya aku kembali. Mengenang lagi.
Jadi sekarang aku pamit pergi. 

Semarang, 10 Juni 2014
VIRQI

Rabu, 07 Mei 2014

Jangan Tersenyum dulu..

Jangan tersenyum,
aku pernah jatuh sekali karena senyumanmu..
Pernah terlunta-lunta sekali karena wajahmu..
Pernah meneteskan air mata berkali-kali karena egomu..
Pernah melepaskan bahagiaku demi bahagiamu..
Pernah juga kehilangan kepercayaanku terhadapmu..
Pernah..
Jadi sekarang aku tidak sedang ingin memintamu untuk tersenyum,
kamu tau?
Aku jatuh karena cinta, dan itu sebab dari senyummu..
Aku terlunta karena cinta, dan itu sebab dari indah senyum diwajahmu..
Aku menangis karena cinta, dan itu sebab dari Ego mu pernah memandangnya..
Aku lepas bahagia karena cinta, dan itu sebab dari bahagiamu juga bahagiaku..
Aku tidak percaya karena cinta, dan itu sebab dari pernahku kehilangan akan kamu..
Jadi sekarang aku tidak sedang ingin memintamu tersenyum,
kamu tau?
Aku sedang ingin melihatmu lama-lama, jangan tersenyum dulu, nanti aku tertawa..
Aku masih ingin melihatmu lama-lama, nanti tidak ada banyak waktu lagi untuk ini..
Aku ingin melihatmu lama-lama.. Jangan tersenyum dulu..
Nanti aku tertawa, lalu meneteskan air mata..
Biar ku tahan tawaku..

Jadi aku bisa menahan air mataku.. (Bisa)..
Untuk sementara (bisa)....

Virqi,
Semarang, 07 Mei 2014

Selasa, 06 Mei 2014

Sama-sama Bahagia..

Melihatmu..
Aku sedang tersenyum menatap dan menunduk sambil menyeruput es kelapa muda dengan campuran gula putih, dihadapanmu. Berbicara sambil tertawa, atau berfikir hingga mengerutkan dahi kepala, juga beradu pendapat hingga kesal masing-masing. Kemudian menyeruput kembali es kelapa muda yang airnya sudah habis tetapi es nya masih utuh. Kamu masih dihadapanku, bertatap-tatapan kesal lalu tersenyum lagi. Begitu terus hingga lupa waktu.

Aku suka es kelapa muda dengan campuran gula putih didalamnya, bukan gula merah, aku suka itu bukan karena gula merah tidak enak, tetapi warna gula merah akan menyebabkan es kelapa muda menjadi coklat, tidak jernih, sehingga tidak nampak seperti kelapa muda, juga rasanya yang terlalu manis. Iya, aku tidak suka makanan yang terlalu manis.

Kamu suka apa saja, kamu bilang selama itu bisa dimakan dan diminum dan tidak membahayakan, maka semuanya enak-enak saja. Kemudian setelah beberapa kali Kita bersisa senggang waktu di tempat Es kelapa muda ini, seleramu pun berubah menjadi sama denganku. Iya, kamu lebih memilih gula putih daripada gula merah (sekarang).

Aku tidak suka tomat, acapkali lidahku beradu dengan bijinya, dengan lendirnya, dengan baunya... nafsu makanku hilang sekejap, lidahku kelu menahan rasa anehnya, aaahh lebih baik tomat hanya dijadikan bumbu pada sambal daripada dijadikan lalapan. Sekali lagi, Tomat itu (mengerikan)...

Kamu bilang kamu suka apa saja, selama itu bisa dimakan dan diminum tanpa membahayakan, semuanya enak-enak saja. Tapi ketika potongan-potongan tomat ini aku letakkan di piringmu, sesegera mungkin kamu kembalikan ke piringku. Katamu Tomat rasanya se'aneh' itu. Aku tertawa tapi suka. Kamu lucu. Tidak suka diam-diam tapi ketahuan..

Aku suka terong, apalagi di sambal..
tetapi kamu bilang terong aneh, rasanya tidak enak..
Kemudian saat makan malam bersamamu ditempat makan langganan Kita, aku memesan terong bakar sambal. Seperti biasa aku tidak kuat menghabiskan, seharusnya itu jatahmu. Lalu aku tawarkan. Kamu tidak mau..
Beberapa detik setelah kepalaku menengok ke lain arah, sepotong terong sambal pun sudah lenyap dimulutmu. Aku tertawa.. Lagi-lagi kamu lucu. Katamu itu enak.. sementara sebelumnya kamu bilang itu aneh..
Aku suka Ikan Asin, apalagi di sambal..
Kamu juga..
Aku suka Kamu..
Kamu juga?

Makanan kita sederhana, pergaulan kita biasa-biasa saja. Kita tidak kaya akan harta, tidak bermewah-mewahan dengan dunia. Kita sederhana, sebisanya, sekuatnya, semampunya. Selama kita masih sama-sama dan saling bersama, apa bedanya? Bukankah judulnya juga sama? "Sama-sama Bahagia"

Aku suka internet, suka media sosial, sangat suka, hingga hampir semua jenis media sosial pasti ada nama akunku. Bahkan jemariku pun tidak bisa jauh dari ponsel, dari smartphone kesayanganku, yang juga kesayanganmu karena Merk dan Tipe nya sama kecuali Warna.. Aah itu karena dari dulu kamu selalu ikut-ikutan denganku, sampai akhirnya dua kali berturut-turut ponsel kita selalu sama.. -_-
Kamu suka internet, tetapi tidak begitu maniak akan media sosial seperti aku. Kamu lebih suka membaca Kaskus dan searching hal-hal baru atau mendowload game baru didalamnya. Kamu mulai meramaikan media sosial ketika sedang bertengkar denganku. Aah bilang saja rindu. Kenapa harus memenuhi TimeLine ku dengan tulisan-tulisan galau mu...

Aku bilang aku suka, kamu bilang kamu tidak suka,
aku bilang aku tidak suka, kamu bilang kamu suka,
aku dan kamu bilang perbedaan itu wajar adanya..
Selama masih sama-sama, apa bedanya? Bukankah judulnya juga sama? "Sama-sama Bahagia"..

Bolehkah aku pergi? sebentar. Ibuku menginginkan ku pulang, sebentar. Nanti aku kembali.
Kamu bilang 'pulanglah'.. tapi kemudian berbicara panjang-panjang dan berujung pada kalimat ini.. "Jangan pulang dulu, temani aku disini, sebentar, selama aku masih disini"..
Bolehkah aku bersama mereka? sebentar. Mereka akan pergi, entah kapan bisa bertemu lagi..
Kamu bilang 'pergilah'.. tapi kemudian berbicara panjang-panjang dan bilang "Jangan pergi lama-lama, bukankah kamu juga nanti akan pergi, entah kapan kita bisa bersama-sama lagi"..
Bagaimana nanti?
Aku benci ketika mulai berbicara tentang kata "Nanti". aku lebih suka membicarakan namamu keras-keras. Melihatmu lama-lama. Bersamamu terus-terus.. Sampai nanti.. Iya.. selama hati kita masih sama-sama, apa bedanya? Bukankah judulnya juga sama? "Sama-sama Bahagia"..
Jadi..
Sekarang atau Nanti ..
Kita masih akan tetap sama kan??
Sama-sama Bahagia..


Virqi W. Bianti
Semarang, 06 Mei 2014

Minggu, 16 Maret 2014

Pernahkah kamu?

Tulisan ini tentang Rindu..
Tentang rindu yang tidak bisa disampaikan oleh angin, apalagi lisan..
Tentang rindu yang memendam dalam, tentang merasakannya sendirian..

Tulisan ini menceritakan tentang bagaimana rindu bekerja lebih cepat untuk mengembalikan jutaan kenang dan ingatan yang tadinya sudah tidak lagi dijadikan catatan..
Jadi ini tentang bagaimana kenangan mampu melemahkan beberapa syaraf otak dalam beberapa detik, untuk mengingat, untuk tersenyum, untuk menangis..

Pernahkah kamu merindu? Hingga lupa bahwa rindu yang kamu rindukan sudah terlalu lama kamu tinggalkan?
Pernahkah kamu menangis ketika sedang sangat merindu tetapi lisan tak mampu berucap dan wajah tak mampu bertatap?
Pernahkah kamu merindu? Lalu menyampaikannya melalui doa, mengisyaratkannya melalui syair dan ayat-ayat cinta dari Tuhan?
Pernahkah, rindu membendung lama lalu kamu tetap membiarkannya untuk lebih baik dibendung daripada ditumpahkan karena  justru akan menghancurkan?
Pernahkah semakin kamu merindu justru semakin membuatmu diam?
Pernahkah??
Rindu membuatmu ingin melarikan diri sejenak dari ingatan, kemudian berusaha bangkit lagi untuk menata kehidupan?

Rindu pernah membunuhku, Rindu juga pernah membuatku kehilangan waktu,
Rindu pun pernah menjadikanku tak menentu..
(Pernah)..
Tapi bukan berarti karena rindu, kamu harus kembali..
Ada saatnya dimana rindu hanyalah (ruang) yang kamu ciptakan ketika kamu (mengenang).. yang berarti setelah kamu selesai mengenang, ruang itupun sewajarnya sudah tidak lagi kamu simpan..

Ada saatnya dimana kenangan juga hanya sebatas ingatan yang kamu jadikan pelajaran, IYA,, bolehlah sesekali kamu kembali mengingat ke belakang, ambil pelajarannya, ambil bahagianya, lalu kembali lagi ke tempat yang disebut (sekarang).. yang disebut (hari ini)..
Hidupmu menanti..
Bukan untuk mati karena mengingat ke belakang, dan termakan oleh Rindu..

Waktu pernah berlalu ..
Begitu cepat mungkin..
Hingga kisah beberapa tahun lalu terasa baru kemarin..
Jika saja..
Jika saja rindu masih membiarkanmu terbujuk kaku..
Bangunlah...
Matahari menantimu ..
Untuk melambaikan tangan dan mengucapkan selamat pagi..
Lalu melambaikan tangan ke arah belakang dan mengucapkan selamat tinggal...
Hidupku belum selesai,, dan tidak akan selesai jika harus selalu kembali ke belakang...........

Shine On
Oleh Virqi W. Bianti

Semarang, 16 Maret 2014

Selasa, 04 Maret 2014

Wajah itu masih sayu?

Oleh: Virqi Wahyuning Bianti
Semarang, 04 Maret 2014

Wajah itu sayu, sendu, dan menatap dengan sekejap lalu menunduk lagi. Tersenyum hanya dengan menarik bibir ke arah kanan satu mili kemudian diam lagi. Wajah itu menarik mataku untuk berlama-lama memandangi dan menjadikan ku sangat ingin tau. Aaah buat apa, setauku dia menyukai kakak sepupuku yang cantik itu. Aku kalah tingkatan sangat jauh.. kemudian tertawa dalam hati dan diam lagi..

Wajah itu masih sayu. Melihatnya membuatku serasa lebih baik pergi, atau hanya akan menimbulkan banyak lagi kata-kata ingin tau dihatiku. Kata-kata ingin lebih mengerti lagi difikiranku. Aku bisa gila. Begitu penasarannya hingga rasanya ingin menghilang saja..

Wajah itu masih sayu. Melihatnya tersenyum melihatku itu mengerikan. Bagaimana tidak? Bulu tubuhku merinding karena begitu menyenangkannya. Aku hampir tidak bisa menahan diri karena ingin melompat kegirangan. Aahh aku terlalu berlebihan. Mungkin karena masih lagi ingin berharap lebih, padahal tidak ada kemungkinan..

Wajah itu masih sayu. Mengirimiku pesan teks cerita hidupnya saja sudah memberiku tertawa penuh seharian. Membuatku juga meringkuk seharian. Ahh seandainya, seandainya cerita dalam cerita cintanya itu aku. Bukan orang lain, bukan juga teman sekelasnya yang Ia cintai diam-diam..

Wajah itu masih sayu. Tersenyum dan berbicara denganku bersamaan dengan sipuan malu. Dengan perlahan-lahan berbicara dan berjalanan seirama disampingku. Atau berbicara di sofa juga tepat berada di sisi kiriku. Ahh aku semakin gila jika harus merasa bahagia se(mengerikan) ini..

Wajah itu masih sayu. Masih mengirimiku pesan teks dengan tema yang berbeda. Dengan cerita dari seseorang yang berbeda. Yang tidak ingin dia beritau. Aahh aku berharap itu aku.. Meski harapanku mungkin terlalu berlebihan. Terlalu banyak mau..

Wajah itu masih sayu. Masih suka mengajakku bercerita, mengajakku pergi, mengajakku lanjut bersekolah SMA di sekolahnya, mengajakku masuk di kelas Aksel yang katanya hanya cukup dijalani selama dua tahun, dan jauh-jauh ke rumah nenekku membawa sepeda motor Supra nya untuk kemudian memberiku formulir pendaftaran..
Jadi.. masihkah aku berharap berlebihan? ataukah tingkahnya yang terlalu membuatku ingin dan ingin lagi mendapatkan yang berlebihan? Aah aku semakin ingin menghilang saja. Ini mengerikan harus merasakan hal yang aneh seperti ini..

Wajah itu masih sayu. Masih suka memperhatikanku sesaat setiap hari. Masih suka menanyakan kegiatanku sesaat setiap hari. Masih menanyakan bagaimana hasil test masuk SMA ku yang juga SMA nya.. Iya, aku lulus.. aku masuk ditempat yang nantinya pasti (ada) dia..

Wajah itu masih sayu. Masih bisa aku pandangi acapkali pagi datang. Sesaat sebelum jam pagi sekolah dimulai. Sesaat setelah dia datang. Lalu melewati area lapangan yang juga bisa aku pandangi melalui jendela didepan kelasku.. Ahh seandainya.. seandainya saat itu Ayah tidak menyuruhku untuk tinggal di kamar kos.. Mungkin aku bisa berangkat sekolah bersama dan duduk dibelakang punggungnya.. Kemudian menikmati udara pagi yang sama.. Jika saja..

Wajah itu masih sayu. Sekarang sudah bisa aku pandangi setiap hari. Setiap waktu ketika ada jeda pergantian guru. Iyaa.. sekarang kelasku pindah tepat di depan kelasnya.. Ini menyenangkan, bisa melihatnya tertawa dan bercanda gurau bersama teman-temannya,, meski hanya melalui kaca jendela di kelasku..

Wajah itu masih sayu. Masih membuatku ingin tau. Masih membuatku sangat penasaran.. Ahh ini sudah dua tahun semenjak pertama kali aku melihatnya. Tapi aku masih se-penasaran ini. Masih menantikannya mengatakan hal yang mungkin (gila) bagiku.. 

Wajah itu masih sayu. Membuatku kehabisan kesabaran karena harus merasakan hal yang sama tanpa kejelasan.. Hingga akhirnya dia mengatakan hal yang sangat ingin aku dengar. Iya. Meski (lagi) harus melalui pesan teks, Yang membuat hatiku tak karu-karuan jadinya_ Begini...
“Aku mencintaimu seperti seorang lelaki yang mencintai seorang wanita, bukan sebagai adik, bukan juga sebagai sahabat, meskipun aku bisa melakukan ketiganya untukmu. Hanya saja, acapkali aku bertemu denganmu, lidahku kelu, kalimatku kaku, dan bibirku diam seribu bahasa, seribu waktu. Aku mencintaimu. Tapi tidak mampu menyampaikannya melalui kata”.. Hanya mengatakannya.. (Hanya).. Juga tanpa kejelasan diakhirnya.. Aahh aku gila.. benar-benar gila..

Wajah itu masih sayu. Masih menjadikanku tak karuan karena tidak punya sertifikat kejelasan. Membuatku kehilangan kata acapkali bersilang pendapat dia harus mengatakan hal yang paling tidak aku suka.. Iya.. “Aku bisa melarangmu apa? Toh pun aku bukanlah apa-apa bagimu. Bukan siapa-siapa untukmu..”
Haruskah aku gila (lagi)..? Aku benci, tapi mencintaimu se(mengerikan) ini..

Wajah itu masih sayu. Masih aku cintai dengan separuh waktuku, dengan separuh hari-hari untuk memikirkannya. Untuk memandanginya. Untuk membalas pesan teksnya. Dan Untuk peduli terhadapnya. Meski (tidak jelas) ceritanya. Meski mereka yang tidak tau menyebut judul KITA adalah “Kekasih antara Lelaki dan Wanita” .. kemudian aku mulai benci (lagi) ketika ada yang mulai menanyakan ‘hubungan kita’ karena ada semacam gejolak ketidakjelasan.. apa yang harus aku jelaskan?? Aah aku ingin (gila) lagi.. tidakkah dia tau? Nyaman kah?.. Aku sudah lelah menanti kejelasan semenjak dua tahun kebersamaan, bahkan sekarang di tahun ketiga.. Masihkah harus aku tanyakan (lagi)..? Aku bosan..

Wajah itu masih sayu. Masih mengajakku pergi, masih mengajakku lunch atau dinner bersama.. Masih memberiku jeda untuk dia perkenalkan dengan teman-teman sekelasnya.. Untuk berkumpul ria bersama sahabat-sahabatnya.. Juga menonton bersama dengan sahabat wanita (terdekat)nya. Meski kadang aku cemburu.. tidak lumrah memang.. mencemburui sahabatnya sendiri.. Iya.. terkadang perhatiannya terhadap sahabatnya itu melebihi pedulinya terhadapku.. Aaahh semakin kelu...

Wajah itu masih sayu. Masih membuatku sangat bahagia karena dewasanya. Masih membuatku merasa nyaman karena perhatiannya. Juga senyumannya.. Aku masih tergila-gila setelah bertahun-tahun tak ada kejelasannya.. Iya..

Aku ingat.. Saat itu sedang sangat musim-musimnya film yang berjudul Ayat-Ayat Cinta.. sebuah film yang diangkat dari salah satu Novel Habiburrahman El Shirazy.. Aku bertanya kepadanya__”Kak, memangkah benar ada ayat-ayat cinta di Al-Qur’an? Kalau kah memang ada, surah apa? Ayat berapa?”.. Jawabannya singkat, bukan karena dia tau atau tidak mengerti, tetapi dia memahami, bagaimana cara menjawab dengan tidak salah.. Begini..
“Ada. Bukankah semua ayat yang ada di Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat cinta? Ayat dengan cinta yang Allah berikan untuk umat-umatnya. Untuk menjadi pedoman di hari-hari maupun dikehidupan setiap insannya..”
Sederhana bukan? Tapi indah.. seindah caranya berbicara, caranya menjelaskan, caranya mendewasakan. Caranya menyayangi.. Hmmm... aku masih (gila)...

Wajah itu masih sayu. Sampai ketika perpisahan sekolah mulai diadakan. Aku diam, sendu, dan sepi.. Tidakkah dia mencariku? Aku menantikannya di kelas seharian.. Tidakkah selain berpisah dengan teman-temannya, dia juga akan berpisah tempat belajar denganku?.. Aaahh aku semakin diam dan meneteskan air mata. Dia tidak datang.. Sampai kemudian aku mulai berjalan dan menjauhi kelas untuk pulang.. Aahh ada dia, yang kemudian mengajakku untuk mengabadikan cerita melalui sebuah “Foto Berdua” menggunakan ponsel Nokia 3360 milikku.. Lalu baru aku sadari, itu adalah foto satu-satunya yang kita miliki berdua.. Setelah selama ini bersama.. (setelah) perpisahan tentunya..

Wajah itu masih sayu. Masih sesibuk itu karena tugas dan ospek menjadi seorang mahasiswa baru yang membuatnya mulai jarang memerhatikanku. Yang mulai jarang menghubungiku.. Yang mulai tak lagi banyak bertanya tentang bagaimana kegiatanku.. Bagaimana hari-hariku.. Bagaimana ceritaku.. Iya.. aku sempat merasa sangat kehilangan(nya) ketika itu...

Sampai kemudian....

Wajah itu masih sayu. Masih sepolos itu ketika aku didera Kelelahan. Masih se(diam) dan se(pasrah) itu karena kemudian kuputuskan untuk akhirnya aku tinggalkan.. Untuk akhirnya tidak lagi aku perhatikan, tidak lagi aku jadikan pusat kebahagiaan.. Sekarang aku benar-benar ingin menghilangkannya.. Seseorang datang menjanjikan ku (kepastian) Yang tidak pernah bisa Ia berikan selama ini terhadapku.. Aku benar-benar gila karena kemudian meninggalkanmu se(mengenaskan) ini.. Aku (salah). Aku mengakui itu kesalahan(ku).. Kesalahanku karena yang memulai, juga yang meninggalkannya......

***

Iya.
Semua itu (dulu)..
Aku menuliskannya bukan karena sedang merindukannya, bukan juga karena sedang menyesalinya.. Aku sedang membuat sebuah tulisan. Aku masih belajar menulis dari banyak hal terutama yang dimulai dari diriku sendiri.
Tetapi ketika aku mulai menulis, orang lain selalu berfikir bahwa aku sedang mengidap penyakit “galau” atau apalah itu sebutannya..

Sekarang..
Dia sudah sangat bahagia dengan kekasihnya. Dengan kekasih yang akhirnya dia temui beberapa bulan setelah aku tinggalkan. Iya. Kekasih yang juga sahabat wanita (ter)dekat nya itu, yang pernah membuatku sangat cemburu.. tapi itu dulu.. sekarang tidak lagi..

Sempat beberapa saat sebelum dia bersama kekasihnya, masih banyak hal yang bisa kita ceritakan. Menceritakan bagaimana dia sedang dekat dengan seseorang, bercerita saat kemudian dia menjadikan seseorang itu kekasihnya, pun sebaliknya aku.. Menceritakan bagaimana aku dekat dengan seseorang, hingga kemudian menjadikan seseorang itu kekasihku hingga (Sekarang)...

Sampai setelah akhirnya dia bersama kekasihnya dan aku bersama kekasihku. Hubunganku dengannya mulai berbatas jeda demi jeda. Jarak semakin jarak, hingga perlahan-lahan jauh semakin jauh..
Bukan karena aku sedang melakukan pemutusan tali silaturrahmi, bukan juga karena sedang bermusuhan.. Pun ketika aku (masih) sendiri, aku tidak akan menghubunginya se(biasa) dulu.. tidak akan lagi aku biasakan begitu..
Inilah sebuah rasa (pengertian) dariku.. Untuk kekasihnya. Untuk menjaga perasaan dan Untuk menjaga kesalahfahaman. Juga untuk menjaga hubungan baikku dengan mereka berdua tentunya, yang juga sama-sama seniorku, sama-sama baiknya terhadapku..

Pun ketika aku rindu. Pun ketika aku ingin tau kabarnya. Pun ketika aku ingin melihat wajahnya.. Tidak lagi.. Tidak ada lagi pesan teks yang aku kirim, tidak ada sama sekali quote dalam media sosial yang aku tulis, dan tidak ada lagi pertemuan saat Idul Fitri yang aku lakukan.. Tidak ada lagi hal semacam itu, tentu untuk menghindari rasa kelu dari kekasihnya.. Aku tau..
Semua itu sudah (tidak ada) lagi.. sudah aku hindari semenjak empat tahun yang lalu...
Kecuali saat tanpa sengaja harus berpapasan wajah dengannya.. Aku tidak akan berlari, juga tidak akan menghindar. Pun tidak akan berlagak sok sangat akrab.. Dia tetap seorang kakak, yang mengajarkanku banyak hal.. Akan ada kalimat yang terucap untuknya.. Begini_ “Apa kabar? Selamat kak, sekarang sudah mapan dengan pekerjaannya. Juga sangat bahagia dengan kekasihnya. Semoga setelah ini Undangannya sampai terhadapku, sehingga aku bisa mengucapkan selamat lagi yang lebih indah untuk kalian.. Terima kasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Semoga bahagia dan juga suka cita selalu bersandar di hidup kakak. Di hidup kalian..”

Iya..
Dan sekarang..
Wajah itu aku tidak tau. Sudah sengaja tak lagi pernah bertemu. Sudah aku lupakan bagaimana senyumannya. Bagaimana tawanya. Bagaimana perhatiannya. Bagaimana pedulinya.. Kalaupun ingat, itu hanya tinggal (kenangan)nya..

Jadi kalau kamu mau berhati-hati...
Maka hati-hatilah terhadap hati orang-orang disekitarmu..
Hati-hati dengan kalimatmu..
Dengan tulisanmu..
Juga dengan kata-katamu..
Banyak Hati (Hati) yang akan terluka ketika yang kau anggap biasa ternyata berakibat luar dari biasa di pemikiran orang lain...

Aku pernah dikecewakan..
Aku pernah mengecewakan..
Karena pernah merasakan keduanya..


Aku tidak lagi mau melakukan...............

Kamis, 20 Februari 2014

Mawar dan Hujan..

Ini hanya sebatas senyap malam..
Rembulan pun sudah pergi semenjak tadi. Mungkin aku terlalu malam, atau mungkin terlalu pagi..
Mataku hanya enggan memejam, lalu tepat juga harus kembali ke tombol keyboard yang sama (lagi)..
Terkadang ingin sesekali ‘aku benci’ mengisyaratkan tiap kataku dengan tulisan,,
Aaahhh tapi merekalah yang selalu saja kembali menanyakan hal yang sama.
Sudahkah Novel Anda terbit?
Iya. Sesekali juga ingin rasanya mendokumentasikan beberapa hal ke dalam sebuah kertas dengan beberapa ratus lembar. Mungkin setelahnya aku bosan. Mungkin.
Karena sayangnya, acapkali bosan justru tulisan yang menyegarkan nafas sesak yang mengalir ke otakku..
Sementara aku berfikir bahwa dewasa akan sampai kepada tempatnya, juga kepada waktunya..
Sedangkan aku lupa, umurku sudah menginjak kepala dua.. bahagia kah?
Bukan..
Bukan bahagia yang sedang ingin aku tuliskan. Tapi, sudah cukupkah?
Sudah cukupkah harus bermain-main dengan kata-kata yang berulang-ulang sama,
Lagi-lagi kembali..
Kemudian mengarah ke tujuan yang akan sama..
Jadi sudah cukupkah??
Sudah cukupkah menjadikan dunia ini seperti taman bermain??

Aaahh Iya, aku ingat..
Ada beberapa kalimat yang aku kutip dari sebuah drama Korea..
Kira-kira begini:
“Adakah mawar yang mekar tumbuh tanpa melalui guncangan?
“Adakah mawar yang mekar tumbuh tanpa kehujanan?
“Bisakah mawar memilih untuk tidak terguncang oleh angin?
“Bisakah mawar memilih untuk bersembunyi dari hujan?
“Justru karena guncangan angin, rantingnya tumbuh tegak dan kokoh..
“Justru karena air hujan, bunga yang kuncup mekar dengan sempurna..
“Lalu bagaimana dengan hidup?
“Kamu tidak akan pernah bisa terus memilih untuk menghindari, karena setiap guncangan akan selalu datang dihidupmu...masalah akan selalu mengikutimu.. Maka hadapi..”
“Justru karena guncangan, fikiranmu tumbuh semakin dewasa
“Justru karena masalah, hatimu tumbuh semakin kuat
“Justru karena dihadapi, masalah akan menjadi tak berarti..”

Iya..
Maka sudah cukup..
Jangan memaksakan sesuatu yang tidak bisa lagi dipertahankan..
Jangan mengikat sesuatu yang tidak bisa lagi diikat..
Jangan terus menerus mencoba hal yang sama secara berulang-ulang, padahal sudah tau itu tidak benar..
Hadapi...
Hadapi dengan belajar melepaskan..
Hadapi dengan belajar mengikhlaskan..
Bukankah dewasa sudah semestinya datang ??
Sudah...
Jadi ini cukup..._



Virqi W. Bianti
Semarang, 20 Februari 2014

Selasa, 04 Februari 2014

Yang Tak Terhingga..

Masih tertawa,
Mereka tertawa bahagia menceritakan ini kemudian menceritakan itu, hingga tak berbatas-batas menjadikan cerita itu bertumpuk dan tak terhingga..
Kalau saja, kalau saja pertemuan ini juga bisa menjadi bagian dari kalimat "tak terhingga" ..
Meski sekarang, mereka masih tertawa, masih menceritakan ini dan itu, masih bertengkar dan beradu pendapat dari yang seperti ini sampai yang seperti itu..
Kalau saja, kalau saja bahagia ini juga bisa menjadi bagian dari kalimat "tak terhingga"..
Meski sekarang aku masih bisa melihat mereka tertawa dan bertengkar seindah itu, berbicara dengan nada tinggi hingga rendah seperti barisan nada-nada lagu, dari DO rendah hingga oktaf tertinggi..
Kemudian bertanya ini dan bertanya itu, mencurahkan rasa ini dan rasa itu.. Bahagia yang ini atau Kesedihan yang itu..
Kalau saja, kalau saja perasaan seperti ini juga bisa menjadi bagian dari kalimat "tak terhingga"..

Masih disini, dikamarku..
Di tempat yang pernah ditinggalkan ceritanya,
dari yang berbahagia, hingga yang menyakitkan sekalipun,
dari yang tertawa, hingga yang menangis pun juga ADA..
Hingga aku suka menuliskan kata ADA di tiap kalimat-kalimatku..
Karena sekarang masih sama..
Masih ADA ditempat yang sama, dikamarku..
tempat yang masih ingin aku jadikan juga bagian dari kalimat "tak terhingga" karena bersedia untuk menjadikan dirinya bagian dari ceritaku, dari salah satu deretan bahagia dan sedihku.. Yang meninggalkan kenangannya yang "tak terhingga"..

Dari bagian yang ini hingga bagian yang itu..
Aku menjadikan semua kenangan ini adalah bagian dari kalimat "Tak Terhingga" karena mampu menciptakan memory card baru di syaraf pengingatku, yang meski akan ditinggalkan, masih selalu akan terkenang dalam-dalam.....
Yang ini.. Yang itu.. Yang tak terhingga...

Kepada Suamiku .. ..

Bolehkah aku tuntun matahari kembali ke peraduannya ketika petang mulai datang?
Aku merasa takut kehilangan siang karena terbiasa dengan terang, juga takut rembulan tidak datang karena takut akan kelam...
Hingga terbiasa berdiri hati-hati menanti pagi, dan menyingkir pelan-pelan menghilang dari malam..
Sampai kemudian kamu datang..
Bukan tidak lagi peduli akan matahari atau rembulan, juga kepada siang dan malam,
Tetapi lebih dari itu..
Di siangku aku menemukan matahari pada senyummu..
Dan di malamku aku menemukan rembulan di lembutnya sapamu..
Jadi entah siang dan malam pun itu, bagiku selama ada kamu, itu membahagiakan..
Lebih dari sekedar bahagia menjadi pendamping yang kau dambakan,
Lebih dari sekedar cinta karena dicintai oleh seseorang yang mencintai Tuhanku,
Lebih dari sekedar sayang karena dipercayai menjadi istri yang berdiri disisimu,
Juga menjadi calon Ibu yang siap memupuk kasih dan sayang untuk anak-anak ku, juga anak-anakmu..
Karena terlebih dari itu.. Membangun bahagia bersamamu adalah hadiah dari Tuhan yang paling Indah karena terjadi dihidupku..
Entah sampai batas nafas kapan pun itu, meski tidak bisa memberi janji sehebat apapun itu,
Aku akan berusaha menjadi Payung yang bersedia meneduhkanmu ketika sendu menderai dihatimu, ketika badai menerpa hidupmu, ketika musibah mencari-cari cara untuk melumpuhkanmu.. Aku berusaha ADA, selama Tuhan masih mengizinkanku untuk ADA.. Untukmu pastinya..
Suamiku..
Satu-satunya cinta kepada kaum Adam yang akan aku jaga hidupnya karena menjanjikan hidupnya untuk menjaga hidupku.....

Selamat menempuh Jendela Hidup Baru sahabatku..
Fatmala Ajeng Pekerti beserta Suami..
Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah..
Amien Yaa Rabbal’alamin..
Hanya bisa sampai tulisanku dan harapan ku untuk bahagiamu selalu..
Sahabatmu yang sedang Jauh di Daerah Orang..


Virqi Wahyuning Bianti

Minggu, 26 Januari 2014

Tidak Pernah Hadir_

Malam yang dingin, sembari ditemani hujan yang berderai-derai membasahi tiap jengkal dari tanah kering menjadi sangat basah. Bisa jadi memang sudah banjir, sudah berlumuran air digelonggongan daratan menjadi bak lautan yang kotor. Tak elak memang, kotaku terkenal dengan sebutannya "Semarang Kaline Banjir". Di beberapa wilayah, terutama Semarang bagian bawah memang sangat rawan sekali akan banjir, karena beberapa sebab yang tentunya lebih baik dibahas oleh para pakar hujan. Tetapi berbeda dengan kecamatanku yang notabene berada di wilayah bagian atas karena Bersyukurnya disini banjir enggan mampir.

Bukan banjir yang membuat jemariku bertengger di tulisan ini, melainkan kalimat "Tidak Pernah Hadir" yang tiba-tiba mampir ke otakku. Tetapi bukan tentang ku, bukan juga tentang siapapun, ini hanya tentang suatu hal yang berhubungan dengan "kehadiran".
Tentang hubungan jarak dekat, tentang hubungan jarak jauh, tentang keberadaan, tentang ketiadaan dan tentang pengharapan.

Taukah kamu? berada dekat belum tentu "selalu ada", meski selalu di sisi.
tetapi berada di dekat bukan berarti juga tidak selalu ada, karena pun bagaimana kondisinya melihat senyumannya disampingmu itu jauh lebih menyenangkan. Melihatnya bahagia menggandeng jemarimu pun sangat menenangkan..

Juga taukah kamu? berada jauh tetapi selalu di hati, berada jauh tetapi selalu di(ingini) dan berada jauh tapi selalu dinanti adalah sebuah pengharapan terbesar yang juga tidak kalah menyenangkannya. Karena menjadikan sebuah pertemuan itu bernilai tak terhingga..
Iya.. maka percayalah, meski "Tidak Pernah Hadir, tetapi akan menjadikannya Selalu Ada"..


Selasa, 14 Januari 2014

Istriku (Satu-satunya Cinta kepada Hawa yang Tuhan Ciptakan Untukku) ..

       Fajar yang sejuk, selepas makan sahur serta solat subuh di kediamanku. Tidak lebar memang, tidak juga mewah. Hanya sebuah gubuk sederhana dengan paduan genting, dinding, jendela, tiga ruang kamar, satu ruang belajar, dan satu lagi ruang sholat, kemudian dapur. Sangat sederhana, tetapi akan sangat mewah dan gemerlap seperti hotel bintang lima ketika anak, menantu, serta cucu-cucuku hadir memenuhi senyap dengan ramai yang tiada pernah bisa digantikan dengan segala bahagia lainnya. Selain berbaur tawa bersama mereka. Iya, detik-detik menuju hari raya idul fitri dikediamanku pasti akan seramai ini...

      Bagaimana tidak, aku memiliki delapan anak dan enam dari mereka telah memberikanku cerita baru dengan tawa cucu-cucu pelipur senduku. Bahkan aku hampir selalu lupa menyebutkan nama mereka satu-persatu. Iya.. aku bisa memanggil satu cucu dengan lima atau bahkan enam kali sebutan nama, untuk memastikan bahwa itu benar memang namanya... seperti misalnya, yang ingin aku panggil Niki, aku harus menyebut “Ko, Cha, Nda, Ka, Yu, Ning, sampai Ki”.. yang tanpa kusadari selalu membuat mereka tertawa terbahak-bahak acapkali aku memanggil seperti itu.. Iya.. ramai bukan? Aku bahagia. Hanya dengan melihat, mendengar, dan menggendong atau bahkan mencium pipi-pipi kecil mereka.. Disitulah tinggal sisa bahagiaku. Bukan dari harta atau kemewahan lainnya. Bahagia paling membahagiakan dalam hidupku. Bukan hanya sekedar harta.. Bukan..
***
          
             Hari ini.. hari terakhir menjalani puasa di bulan Ramadhan, esok hari sudah Idul Fitri. Ini akan sangat ramai sekali. Dapur akan penuh dengan asap. Dengan bulu-bulu ayam serta potongan-potongan daging yang siap untuk dijadikan opor. Juga janur-janur kuning yang sedang beramai-ramai dianyam untuk segera dijadikan wadah bagi ketupat-ketupat lebaran. Juga tawa serta lari-larian cucu-cucu kecilku yang menambah ramai ini semakin pecah..

         Iya.. Istriku akan sibuk didapur menjadi kepala dapur yang akan menyiapkan dan memimpin segala masakan yang akan segera dimasak. Entah menjadi opor kah itu.. entah menjadi ketupat kah itu.. Disitu Istriku memandu anak dan menantu perempuan nya untuk bersama-sama menanak segala masakan itu untuk segera bisa disantap pada keesokan harinya..

          Istriku memang sedikit cerewet. Dia akan memarahiku acapkali aku lalai atau tidak menjalankan pekerjaan dengan benar. Istriku akan mengomel sepanjang waktu sampai aku benar-benar menjalani pekerjaanku dengan benar. Seperti zakat fitrah yang hampir terlupakan, seperti bunga untuk ziarah yang hampir terlupakan, seperti kambing ternak yang lupa digiring untuk dimasukkan ke kandang nya, seperti ayam-ayam dan itik yang harus segera diberi pakan nya. Seperti selalu menasehatiku untuk tidak makan terlalu pedas, karena efeknya akan membuatku bersin-bersin tanpa henti. Benar sekali.. bahkan cucu-cucuku suka menghitung sampai berapa kali hitungan bersinku akan terhenti.
Iya.. Istriku selalu se-cerewet itu mengingatkan dan menasehatiku..Meski terkadang aku masih selalu lupa dan selalai itu. Masih saja akan selalu membuatnya se-cerewet itu. Se-bawel itu...

***
          Tapi hari ini berbeda..
Meski dapur masih tetap sama, masih banyak anak dan menantu perempuanku yang sibuk menanak segala persiapan untuk makan di esok hari.. Meski cucu-cucuku masih berlari-larian dan bercanda gurau seramai itu. Meski Tempat dan waktunya masih begitu. Masih ramai dan tidak sendu senyap..
Tapi ini berbeda.. sampai beberapa jeda aku menghela nafas panjang. Menatap senyum dan canda cucu-cucuku...

Lalu perlahan berjalan membawa bunga-bunga dan sepucuk buku Yasin.. Aku berjalan kaki menuju tempat dimana dulu seseorang yang berada disini pernah menjadi bagian paling membahagiakan dalam hidupku..

Jemariku gemetar.. 
Menaburkan bunga-bunga di peraduan terakhirnya...
Mendongengkannya dengan surat Yasin..
Juga dengan Doa kepada cinta yang tiada pernah habisnya...
Meski rasanya masih se-Getir ini...
Melepaskan Ikhlas untuk cinta dan bahagianya disana...

Istriku...
Yang Tiada pernah ku lupakan jerih payah dan cintanya kepadaku ..
Yang sedang berbahagia disanaa...
Karena berkelimpahan akan doa dan cinta dari anak, menantu, serta cucu-cucunya.. yang tiada pernah terputus untuknya..


Istriku..
Satu-satunya cinta kepada Hawa yang Tuhan ciptakan untukku..
Untuk keluargaku..... :’)

(Cerita ini didedikasikan untuk Eyang Kakung dan Alm. Eyang Putri serta keluarga besar yang tiada Pernah habis masanya)
Salam sayang dari cucu..
Virqi W. Bianti
Semarang, 14 Januari 2014

Senin, 13 Januari 2014

Ambillah Ke(punya)anku ..

Aku tidak sedang banyak waktu..
tidak sedang bersantai atau sekedar bergurau canda dengan teman ataupun dengan kekasihku..
Hari-hariku beberapa saat ini masih sama..
masih berkutat dengan cintanya terhadap "Toga"..
atau mungkin lebih tepatnya cinta yang "diharuskan" untuk diselesaikan..
Mungkin..
Ada cinta semacam itu..
Yang berani dimulai.. karena berani untuk diakhiri..

Aku tidak sedang berbaik hati.. tidak juga sedang sangat marah..
Ini malamku.. aku terbiasa menyiasatkan penat akan luka atau skripsi dengan tulisan..
Mungkin sedikit memberi "sejuk" yang sedari kemarin membatasi otakku untuk menghembus segarnya..
Mungkin..
Ada "sejuk" semacam itu..
Yang menyejukkan dengan menyalurkan hobi..

Mudah memang..
Menulis dengan hati
karena hanya dapat diselesaikan dengan 5 detik..
sedangkan menulis dengan fikiran dan "referensi" membutuhkan 5 hari.. itupun dengan jurus super kilat..
Yaaa.. mungkin..
Kata mereka aku salah masuk Jurusan..
Salah masuk dunia "ikan"..
Sedangkan bahagianya dengan "tulisan"..

Aku bilang Tidak,,
tidak ada yang salah dengan aku masuk dimana dan belajar apa..
Bagiku tidak ada yang salah dengan menggeluti suatu ilmu..
selama itu bermanfaat semuanya menjadi benar..
Yaa.. itu (bagiku) tentunya..


Seperti halnya cinta..
Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta..
tidak ada yang salah dengan juga tidak dicintai..
tidak ada yang salah dengan memiliki..
tidak ada yang salah dengan juga tidak dimiliki..
Yang salah hanyalah "pelakunya".. bukan "cintanya"..

Bahkan tidak ada perlombaan dalam dunia "percintaan"
kalau ada.. apa aku akan menjadi urutan ke seratus dari urutan pertama??
Iya..
Aku tidak sempurna..
Banyak kekurangan..
pun Belum pernah menang...
Yang aku menangkan hanyalah menjadi Diriku Sendiri..

Apalah arti bahagia jika harus terus dicerca..
Jika dengan mengambil bahagiaku orang lain akan menuai banyak bahagia..
Maka ambillah.. ..

Luka ku akan sembuh ber"iringan dengan waktu yang tertatih maju..
Ya...
karena aku tau... 
sembuh itu akan sampai terhadapku..
Maka luka hari ini hanya akan menjadi "lubang" yang nantinya akan menghiasi renda-renda di bagian hiidupku..



Jadi ambillah....
Aku tidak akan memperjuangkan sesuatu yang terus-terusan membuat orang lain membenciku..
Apalah arti satu jika Tuhan masih akan selalu memberi "lebih" terhadapku dengan keikhlasan...

Aku diberi satu.. Lalu orang lain meminta "satu" yang aku punya..
Haruskah aku memaksa untuk jangan mengambil apa yang menjadi satu-satunya ke(punya)anku???
Tidak..

Maka ambillah...
Dan jangan pernah menyita waktuku lagi dengan "dendam" yang mengerak kering dihatimu..
Aku "LELAH".....


Virqi W. Bianti,
Semarang, 13 Januari 2014

Jumat, 10 Januari 2014

Kamu? Di bagian manaku?

Ini Fajar...
Dengungan merdu azdan membangunkan jiwa yang kenyang akan mimpi di malam dan di tidurnya..

Tapi tebak..
Aku bahkan belum tertidur malam ini..
Belum menyicip aroma bantal dan mengintip mimpi indahku..
aaaahhh rupanya...
Karena sempat tak memberhentikan otak dan jemari dengan "kata-kata ber-Referensi" atau skripsi atau apalah itu namanya...
Aku lupa memanjakan tubuh dengan tidur...
dan mungkin sejenak setelah Ibadah Subuh selesai..
Aku akan melupakanmu..
Sejenak dalam tidur ..
atau mungkin kau tertarik untuk bersamaku dalam mimpi yang entah itu keji entah itu menyenangkan???
Aaahh itu terserah kamu saja..
Bahkan dimanapun dan bagaimanapun keadaannya..
kamu selalu "ADA" .. bahkan di alam bawah sadarku pun kamu "NYATA"..

Jadi jangan takut..
entah tidur pun itu..
entah ibadah kah itu..
entah sibuk kah itu..

Namamu sudah tersemat kaku di bagian syaraf pengingat paling hebat di otakku..

dan bagaimanapun kondisinya..
selalu ada "kamu"...

Jadi.. kalau ada yang bertanya kamu ada dibagian mananya aku..
jawab saja...
di semua bagian yang punya perasa, pengingat, penglihat, pendengar, pencium, dan pencinta.. (di dalamnya.. selalu ada "kamu"..)


Semarang
10 Januari 2014
VirQi W. Bianti