Selasa, 14 Januari 2014

Istriku (Satu-satunya Cinta kepada Hawa yang Tuhan Ciptakan Untukku) ..

       Fajar yang sejuk, selepas makan sahur serta solat subuh di kediamanku. Tidak lebar memang, tidak juga mewah. Hanya sebuah gubuk sederhana dengan paduan genting, dinding, jendela, tiga ruang kamar, satu ruang belajar, dan satu lagi ruang sholat, kemudian dapur. Sangat sederhana, tetapi akan sangat mewah dan gemerlap seperti hotel bintang lima ketika anak, menantu, serta cucu-cucuku hadir memenuhi senyap dengan ramai yang tiada pernah bisa digantikan dengan segala bahagia lainnya. Selain berbaur tawa bersama mereka. Iya, detik-detik menuju hari raya idul fitri dikediamanku pasti akan seramai ini...

      Bagaimana tidak, aku memiliki delapan anak dan enam dari mereka telah memberikanku cerita baru dengan tawa cucu-cucu pelipur senduku. Bahkan aku hampir selalu lupa menyebutkan nama mereka satu-persatu. Iya.. aku bisa memanggil satu cucu dengan lima atau bahkan enam kali sebutan nama, untuk memastikan bahwa itu benar memang namanya... seperti misalnya, yang ingin aku panggil Niki, aku harus menyebut “Ko, Cha, Nda, Ka, Yu, Ning, sampai Ki”.. yang tanpa kusadari selalu membuat mereka tertawa terbahak-bahak acapkali aku memanggil seperti itu.. Iya.. ramai bukan? Aku bahagia. Hanya dengan melihat, mendengar, dan menggendong atau bahkan mencium pipi-pipi kecil mereka.. Disitulah tinggal sisa bahagiaku. Bukan dari harta atau kemewahan lainnya. Bahagia paling membahagiakan dalam hidupku. Bukan hanya sekedar harta.. Bukan..
***
          
             Hari ini.. hari terakhir menjalani puasa di bulan Ramadhan, esok hari sudah Idul Fitri. Ini akan sangat ramai sekali. Dapur akan penuh dengan asap. Dengan bulu-bulu ayam serta potongan-potongan daging yang siap untuk dijadikan opor. Juga janur-janur kuning yang sedang beramai-ramai dianyam untuk segera dijadikan wadah bagi ketupat-ketupat lebaran. Juga tawa serta lari-larian cucu-cucu kecilku yang menambah ramai ini semakin pecah..

         Iya.. Istriku akan sibuk didapur menjadi kepala dapur yang akan menyiapkan dan memimpin segala masakan yang akan segera dimasak. Entah menjadi opor kah itu.. entah menjadi ketupat kah itu.. Disitu Istriku memandu anak dan menantu perempuan nya untuk bersama-sama menanak segala masakan itu untuk segera bisa disantap pada keesokan harinya..

          Istriku memang sedikit cerewet. Dia akan memarahiku acapkali aku lalai atau tidak menjalankan pekerjaan dengan benar. Istriku akan mengomel sepanjang waktu sampai aku benar-benar menjalani pekerjaanku dengan benar. Seperti zakat fitrah yang hampir terlupakan, seperti bunga untuk ziarah yang hampir terlupakan, seperti kambing ternak yang lupa digiring untuk dimasukkan ke kandang nya, seperti ayam-ayam dan itik yang harus segera diberi pakan nya. Seperti selalu menasehatiku untuk tidak makan terlalu pedas, karena efeknya akan membuatku bersin-bersin tanpa henti. Benar sekali.. bahkan cucu-cucuku suka menghitung sampai berapa kali hitungan bersinku akan terhenti.
Iya.. Istriku selalu se-cerewet itu mengingatkan dan menasehatiku..Meski terkadang aku masih selalu lupa dan selalai itu. Masih saja akan selalu membuatnya se-cerewet itu. Se-bawel itu...

***
          Tapi hari ini berbeda..
Meski dapur masih tetap sama, masih banyak anak dan menantu perempuanku yang sibuk menanak segala persiapan untuk makan di esok hari.. Meski cucu-cucuku masih berlari-larian dan bercanda gurau seramai itu. Meski Tempat dan waktunya masih begitu. Masih ramai dan tidak sendu senyap..
Tapi ini berbeda.. sampai beberapa jeda aku menghela nafas panjang. Menatap senyum dan canda cucu-cucuku...

Lalu perlahan berjalan membawa bunga-bunga dan sepucuk buku Yasin.. Aku berjalan kaki menuju tempat dimana dulu seseorang yang berada disini pernah menjadi bagian paling membahagiakan dalam hidupku..

Jemariku gemetar.. 
Menaburkan bunga-bunga di peraduan terakhirnya...
Mendongengkannya dengan surat Yasin..
Juga dengan Doa kepada cinta yang tiada pernah habisnya...
Meski rasanya masih se-Getir ini...
Melepaskan Ikhlas untuk cinta dan bahagianya disana...

Istriku...
Yang Tiada pernah ku lupakan jerih payah dan cintanya kepadaku ..
Yang sedang berbahagia disanaa...
Karena berkelimpahan akan doa dan cinta dari anak, menantu, serta cucu-cucunya.. yang tiada pernah terputus untuknya..


Istriku..
Satu-satunya cinta kepada Hawa yang Tuhan ciptakan untukku..
Untuk keluargaku..... :’)

(Cerita ini didedikasikan untuk Eyang Kakung dan Alm. Eyang Putri serta keluarga besar yang tiada Pernah habis masanya)
Salam sayang dari cucu..
Virqi W. Bianti
Semarang, 14 Januari 2014

Read More......
       Fajar yang sejuk, selepas makan sahur serta solat subuh di kediamanku. Tidak lebar memang, tidak juga mewah. Hanya sebuah gubuk sederhana dengan paduan genting, dinding, jendela, tiga ruang kamar, satu ruang belajar, dan satu lagi ruang sholat, kemudian dapur. Sangat sederhana, tetapi akan sangat mewah dan gemerlap seperti hotel bintang lima ketika anak, menantu, serta cucu-cucuku hadir memenuhi senyap dengan ramai yang tiada pernah bisa digantikan dengan segala bahagia lainnya. Selain berbaur tawa bersama mereka. Iya, detik-detik menuju hari raya idul fitri dikediamanku pasti akan seramai ini...

      Bagaimana tidak, aku memiliki delapan anak dan enam dari mereka telah memberikanku cerita baru dengan tawa cucu-cucu pelipur senduku. Bahkan aku hampir selalu lupa menyebutkan nama mereka satu-persatu. Iya.. aku bisa memanggil satu cucu dengan lima atau bahkan enam kali sebutan nama, untuk memastikan bahwa itu benar memang namanya... seperti misalnya, yang ingin aku panggil Niki, aku harus menyebut “Ko, Cha, Nda, Ka, Yu, Ning, sampai Ki”.. yang tanpa kusadari selalu membuat mereka tertawa terbahak-bahak acapkali aku memanggil seperti itu.. Iya.. ramai bukan? Aku bahagia. Hanya dengan melihat, mendengar, dan menggendong atau bahkan mencium pipi-pipi kecil mereka.. Disitulah tinggal sisa bahagiaku. Bukan dari harta atau kemewahan lainnya. Bahagia paling membahagiakan dalam hidupku. Bukan hanya sekedar harta.. Bukan..
***
          
             Hari ini.. hari terakhir menjalani puasa di bulan Ramadhan, esok hari sudah Idul Fitri. Ini akan sangat ramai sekali. Dapur akan penuh dengan asap. Dengan bulu-bulu ayam serta potongan-potongan daging yang siap untuk dijadikan opor. Juga janur-janur kuning yang sedang beramai-ramai dianyam untuk segera dijadikan wadah bagi ketupat-ketupat lebaran. Juga tawa serta lari-larian cucu-cucu kecilku yang menambah ramai ini semakin pecah..

         Iya.. Istriku akan sibuk didapur menjadi kepala dapur yang akan menyiapkan dan memimpin segala masakan yang akan segera dimasak. Entah menjadi opor kah itu.. entah menjadi ketupat kah itu.. Disitu Istriku memandu anak dan menantu perempuan nya untuk bersama-sama menanak segala masakan itu untuk segera bisa disantap pada keesokan harinya..

          Istriku memang sedikit cerewet. Dia akan memarahiku acapkali aku lalai atau tidak menjalankan pekerjaan dengan benar. Istriku akan mengomel sepanjang waktu sampai aku benar-benar menjalani pekerjaanku dengan benar. Seperti zakat fitrah yang hampir terlupakan, seperti bunga untuk ziarah yang hampir terlupakan, seperti kambing ternak yang lupa digiring untuk dimasukkan ke kandang nya, seperti ayam-ayam dan itik yang harus segera diberi pakan nya. Seperti selalu menasehatiku untuk tidak makan terlalu pedas, karena efeknya akan membuatku bersin-bersin tanpa henti. Benar sekali.. bahkan cucu-cucuku suka menghitung sampai berapa kali hitungan bersinku akan terhenti.
Iya.. Istriku selalu se-cerewet itu mengingatkan dan menasehatiku..Meski terkadang aku masih selalu lupa dan selalai itu. Masih saja akan selalu membuatnya se-cerewet itu. Se-bawel itu...

***
          Tapi hari ini berbeda..
Meski dapur masih tetap sama, masih banyak anak dan menantu perempuanku yang sibuk menanak segala persiapan untuk makan di esok hari.. Meski cucu-cucuku masih berlari-larian dan bercanda gurau seramai itu. Meski Tempat dan waktunya masih begitu. Masih ramai dan tidak sendu senyap..
Tapi ini berbeda.. sampai beberapa jeda aku menghela nafas panjang. Menatap senyum dan canda cucu-cucuku...

Lalu perlahan berjalan membawa bunga-bunga dan sepucuk buku Yasin.. Aku berjalan kaki menuju tempat dimana dulu seseorang yang berada disini pernah menjadi bagian paling membahagiakan dalam hidupku..

Jemariku gemetar.. 
Menaburkan bunga-bunga di peraduan terakhirnya...
Mendongengkannya dengan surat Yasin..
Juga dengan Doa kepada cinta yang tiada pernah habisnya...
Meski rasanya masih se-Getir ini...
Melepaskan Ikhlas untuk cinta dan bahagianya disana...

Istriku...
Yang Tiada pernah ku lupakan jerih payah dan cintanya kepadaku ..
Yang sedang berbahagia disanaa...
Karena berkelimpahan akan doa dan cinta dari anak, menantu, serta cucu-cucunya.. yang tiada pernah terputus untuknya..


Istriku..
Satu-satunya cinta kepada Hawa yang Tuhan ciptakan untukku..
Untuk keluargaku..... :’)

(Cerita ini didedikasikan untuk Eyang Kakung dan Alm. Eyang Putri serta keluarga besar yang tiada Pernah habis masanya)
Salam sayang dari cucu..
Virqi W. Bianti
Semarang, 14 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar